Serumpun Tapi Beda Kebun

Menanggapi Sengketa antara Negara Serumpun...
Hubungan antara Indonesia dengan Malaysia selama ini memang selalu diwarnai dengan sengketa dan permasalahan yang terjadi anatara kedua negara. Hal ini sudah terjadi sejak awal-awal berdirinya negara ini, yaitu ketika Bung Karno mengeluarkan semboyan Ganyang Malaysia. Dilanjutkan dengan permasalahan perbatasan yang seolah-olah tidak pernah terselesaikan dengan tuntas antara kedua negara dan juga permasalahan TKI yang selalu menjadi topic utama di media-media kedua negara.

Sengketa yang terjadi antara inodonesia dengan Malaysia secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua bentuk, yaitu sengketa politik dan sengketa hukum. Sengketa politik hanya dapat diselesaikan dengan melakukan perundingan antara kedua negara karena memang tidak ada aturan hukum internasional yang secara khusus mengatur tentang hal ini kecuali Piagam PBB yang menganjurkan setiap negara untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara negara-negara di dunia dengan jalan damai, yaitu: mediasi, negosiasi, konsiliasi, dll. Sengekta politik yang pernah terjadi antara Indonesia dengan Malaysia dapat kita lihat pada memburuknya hubungan antara Indonesia dengan  Malaysia pada tahun 1960-an yang bahkan mengakibatkan pengunduran diri Indonesia dari keanggotaan PBB karena memprotes kedudukan Malaysia yang pada saat itu sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Sedangkan sengketa hukum dapat diselesaikan  secara hukum karena memang ada aturan hukum internasional yang memberikan aturan tentang aturan suatu negara dalam bertindak dalam lingkungan internasional. Contoh dari sengketa hukum antara indoensia dengan Malaysia adalah sengketa mengenai perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia, baik itu perbatasan di laut maupun perbatasan di darat. Seperti permasalahan tentang kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan yang telah diselesaikan melalui jalur hukum yaitu melalui mahkamah internasional yang memutuskan bahwa Malaysia yang berhak atas kedua pulau ini.

Perlu diketahui, mengenai kedua pulau ini, dalam persidangan di mahkamah intenasional terungkap bahwa secara historis, kedua negara sama-sama tidak dapat membuktikan bahwa kedua pulau ini adalah milik mereka. Dan jika hal ini terjadi, maka hakim-hakim di mahkamah internasional akan menggunakan kaidah effective occupation oleh kedua negara di kedua pulau yang diperebutkan ini. Dan ternyata faktanya di kedua pulau ini telah terdapat resort yang dibangun oleh pemerintah Malaysia, dan bahkan mata uang yang beredar di sini adalah ringgit. Atas fakta ini, Malaysia dinyatakan dapat membuktikan bahwa mereka selama ini telah mengelola dan menguasai kedua pulau ini secara efektif, sedangkan Negara Indonesia tidak pernah melakukan apa-apa dalam pengurusan kedua pulau ini. atas dasar inilah mahkamah internasioanl akhirnya memutuskan bahwa Malaysia berhak atas kedua pulau ini.

Dan masalah yang baru-baru ini cukup menjadi hal yang semakin memperburuk hubungan kedua negara ini adalah masalah penangkapan anggota DKP yang dilakukan oleh angkatan laut Malaysia yang katanya dilakukan di wilayah perairan Indonesia. Kedua masalah ini membuktikan bahwa yang menjadi penyebab semua permasalahan ini adalah ketidakpedulian pemerintah kita sendiri terhadap daerah-daerah perbatasan yang rawan pelanggaran. Bahkan minimnya persenjataan yang dimiliki oleh TNI untuk melakukan pengamanan daerah perbatasan semakin memperbesar nyali negara-negara tetangga untuk melanggar kedaulatan Negara Indonesia.

Menanggapi setiap pelanggaran yang sering dilakukan oleh Negara Malaysia terhadap wilayah Indonesia yang berada di perbatasan, banyak suara-suara yang menegaskan perlunya melakukan konfrontasi bersenjata terhadap Malaysia sebagai balasan atas kesewenang-wenangan yang telah dilakukan oleh Malaysia selama ini.

Perlu banyak pertimbangan dalam penggunaaan kekuatan bersenjata dalam hal ini. penggunaan kekuatan bersenjata hanya diperbolehkan untuk kepentingan membela diri (self defense), dan tentunya alasan penggunaan kekuatan bersenjata dengan alasan membela diri harus terjadi di daerah kita dan merupakan respon seketika untuk menanggapi serangan yang mengancam kedaulatan Negara Indonesia. Dan jika perang tersebut Indonesia yang mencetuskannya, dan baru dilakukan disaat yang sudah tidak mendesak lagi, maka Indonesia dapat dinyatakan telah melanggar prinsip larangan penggunaan bersenjata yang diatur oleh PBB. Dan hal ini malah dapat membuat Indonesia yang mendapatkan sanksi dari PBB.

Dan jika perang antara kedua negara benar-benar terjadi, apakah negara kita mampu menyediakan kehidupan dan pekerjaan yang layak bagi 3 juta TKI  yang ada di Malaysia? Jika negara kita saja belum sanggup untuk mengatasi pengangguran di dalam negeri, kepulangan para TKI tersebut hanya akan menambah beban negara dan akan memperburuk keadaan. Oleh karena itulah, sebaiknya Indonesia menghindari penggunaaan kekuatan bersenjata dalam menyelesaikan masalah dengan Malaysia, karena ini hanya akan menjadi boomerang yang akan melukai bangsa sendiri. Masih banyak cara lain yang lebih elegan yang dapat ditempuh oleh kedua negara yang mencerminkan bahwa Indonesia adalah Negara yang beradab yang cinta damai. Yang dibutuhkan oleh Indonesia adalah ketegasan pemimpinnya, bukan penggunaan kekuatan bersenjata.

0 komentar: